Charms I : Wingardium Leviosa Part 8

Akhirnya Abby menyerah juga untuk menanyai tempat persembunyiannya. Lagipula sebenarnya sangat banyak jika kau punya cukup keberanian. Misalnya saja tidur di salah satu cabang terendah pohon di pinggiran Danau Hitam. Biasanya jarang ada guru dan Prefek yang menemukanmu.

“Nah, begitu dong. Anak baik tak boleh membolos tentunya,” ucap Gil sambil melirik Prefek Blythe sebagai antisipasi sebelum diperingatkan karena membuat kegaduhan. Gadis Hufflepuff itu menawarinya sebuah permen, yang sebenarnya sudah sering dilihatnya di supermarket muggle. Karena ayahnya yang seorang muggle dan detektif, sehingga mereka terpaksa harus tinggal di sebuah apartemen dekatScotland Yard.

“Tentu,” ucapnya sambil mengambil permen tersebut dari tangan Abby, “Terima kasih.” Segera membuka bungkus permen itu dan mengulumnya dalam diam, berharap tidak ketahuan oleh si Prefek. Gilbert melirik gadis itu lagi saat dia sudah berhasil melayangkan buku mantranya. “Bravo! Kau berhasil,” ucapnya ikut senang.

“Nah, sekarang kapan kita bisa keluar dari kelas ini, hmm?”


Abbygail Joce Blake.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 7

Sekarang tongkatnya diayun-ayunkan sambil diarahkan ke tiga benda di hadapannya. Sebenarnya berpura-pura mengerjakan sih, karena dirinya sudah selesai dan tidak ingin dianggap mengganggu temannya… Lebih baik mengobrol sambil pura-pura merapal mantra levitasi lagi. Gilbert menoleh pada Abby yang masih gagal mengangkat buku mantranya yang tebal itu. Dirinya terkekeh pelan melihat gadis itu tidak konsentrasi.

Abby menoleh padanya dan menampakkan ekspresi kesal dan mengatai Gilbert pelit. Yeee, siapa pula yang ingin tempat rahasianya dijajah orang lain. Gilbert hanya tertawa pelan melihat temannya k,esal, biar saja itu kan tempat rahasianya. “Nope Miss, itu tempat rahasiaku, kalau aku memberi tahu kau sama saja bukan rahasia bukan?” Nah mungkin habis ini Abby akan sebal habis-habisan padanya.

Pandangannya diedarkan ke seluruh kelas, banyak temannya yang sudah mulai berhasil melayangkan benda-benda berat itu. Cih. Kapan sih dia bisa segera keluar dari kelas ini?


Abbygail Joce Blake.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 6

Nah, sekarang buku mantranya pun sudah berhasil melayang-layang seperti beberapa temannya yang lain. Gilbert tersenyum puas melihat usahanya berhasil. Beberapa anak ada yang masih baru mulai mengangkat bola tenis sih, ternyata dia tidak terlalu bodoh di kelasnya. Hanya sedikit malas. Iya, Gilbert tahu hal itu kok.

Kepalanya menoleh ke arah Abby yang penasaran akan tempat persembunyiannya untuk bolos sekolah. Sebenarnya selain perpustakaan ada menara sih, atau ke Dedalu Perkasa jika kau berani. Sayangnya dia tak ingin membuat gadis ini mencoba-coba karena penasaran. “Tempat yang kedua…” ucapnya sambil sedikit berbisik dan mendekat pada telinga gadis itu supaya terlihat misterius, “…ra-ha-si-a.” Gilbert tersenyum iseng sambil meniup telinga gadis itu supaya dia kaget.

“Puh!”

Gilbert pun segera kembali ke posisi duduknya dan berpura-pura tak terjadi apa pun. Matanya berpura-pura fokus pada buku mantra di depannya supaya Prefek Blythe tidak menaruh curiga padanya.


Total : 16. Sudah berhasil mengangkat semuanya. Abbygail Joce Blake. Open interaksi.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 5

Mengangkat buku mantra memang tidak semudah mengangkat bulu dan bola tenis. Percobaan pertamanya pada buku mantra tentu saja gagal tak terkira, hanya terangkat beberapa senti kemudian jatuh lagi, membuatnya menggaruk kepala tanda tak paham. Melirik ke kiri dan kanannya, melihat sekeliling kelas. Tampaknya bukan hanya Gilbert yang gagal mengangkat benda-benda di hadapannya.

Abby menanyainya tempat yang aman untuk membolos. “Hmm, sebenarnya sih rahasia umum, tapi perpustakaan adalah tempat yang terbaik untuk membolos,” jawabnya setengah bercanda. Tentu bilang pada Madam Pince bahwa dirinya membutuhkan buku dan membacanya di bagian terpojok perpustakaan adalah hal yang paling menyenangkan. Tentu saja Gilbert tak benar-benar membaca bukunya melainkan tidur dibalik buku tebal yang sedang dibukanya. “Tempat yang kedua…” Gilbert membiarkan kalimatnya menggantung supaya gadis itu penasaran dibuatnya.

“Well, kau akhirnya bisa mengangkat bulu itu,” Gilbert tersenyum puas melihat temannya bisa menguasai mantra tersebut. “Perkenalkan, namaku Gilbert Reinbach,” maksudnya sedikit basa-basi karena sudah diberi semangat balik oleh pemuda Ravenclaw itu. “Yah, mengangkat buku memang tidak semudah yang kukira,” timpalnya.

Waktunya fokus pada buku itu sekali lagi dan merapalkan mantra levitasi untuk yang kelima kalinya, “Wingardium Levi-o-sa!”

Semoga saja segera berhasil.


Buku : 3 + 13/15. Abbygail Joce Blake dan Dillon A. Attenborough.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 4

Akhirnya bola tenis yang dari tadi dipelototinya melayang juga. Gilbert tentu tersenyum senang melihat perkembangan kemampuan mantranya. Meskipun hanya sedikit sih, daripada tidak berkembang sama sekali right?

Matanya mengerling pada pemuda Ravenclaw yang masih berusaha melayangkan bulunya. Ugh, ternyata gagal. Gilbert tersenyum ramah sambil tetap menyemangati teman barunya itu, “Dicoba saja terus, pasti bisa,” ucapnya pada pemuda berambut hitam itu.

“Ahahaha, benarkah?” Gilbert melirik jubahnya sendiri. Benar juga, pasti terlihat dengan mata telanjang jika dirinya adalah seorang Gryffindor. “Santai saja Abby, selama kau rajin belajar dan praktek pasti lulus kok, jangan seperti diriku tahun lalu…” Gilbert terkikik pelan, “…aku tukang bolos sih.”

Sekarang saatnya fokus kembali pada praktek rapalan mantranya pada buku Mantra yang sangat tebal itu. Pikirannya difokuskan kembali sambil mengarahkan tongkatnya pada buku di hadapannya.

“Wingardium Leviosa!”


Buku : [result]1&1,1d5,0,1&1d5[/result] + 12/15. Abbygail Joce Blake dan Dillon A. Attenborough.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 3

Bulunya akhir melayang meskipun tidak sesempurna Professor Flitwick tentunya. Paling tidak Gilbert berhasil menaklukan halangan pertamanya bikan? Semoga hal ini bisa menjadi penyemangatnya untuk satu tahun ke depan.

Gadis Hufflepuff yang menyapanya sedikit penasaran dengan ujian akhir tahun Hogwarts, kenapa dirinya sampai tidak naik kelas. Gilbert tertawa renyah, “Tentu saja tidak terlalu sulit Miss, hanya saja saat malam sebelum ujian aku tertidur… Jadi ya begitulah…” Matanya mulai mengitari kelas, memeriksa teman-temannya, beberapa memang jenius dalam sihir hingga sudah ada yang berhasil melayangkan sebuah buku.

“Senang berkenalan denganmu Abby,” Gilbert mrasa tersentuh karena meskipun baru pertemuan pertama dengannya, gadis ini sudah berani memberikan nama kecilnya pada Gil. “Namaku Gilbert Reinbach, Gryffindor,” dengan sopan memperkenalkan diri.

Badannya menghadap ke depan lagi, sekarang saatnya mencoba mantranya pada bola tenis. Diarahkan tongkatnya ke bola tersebut dan merapalkan mantranya, “Wingardium Levi-o-sa!”

Sedikit cemas bahwa mantranya akan gagal lagi.


Dice : [result]5&5,1d5,0,5&1d5[/result] + 7/15. Abbygail Joce Blake.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 2

Mantra yang dirapalnya masih belum berhasil membuat bulu tersebut melayang. Gil hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, berharap bulunya segera melayang, namun apa daya kemampuan sihirnya memang masih dasar.

Tiba-tiba seorang gadis yang beriris merah kecokelatan menyapanya dengan suara ragu. “Ada apa Miss?” tanyanya kembali dengan ramah. Gadis itu bertanya apakah dia berasal dari sekolah lain. Gil terkekeh pelan mendengar pertanyaan gadis itu. Wajar. Dia tidak ikut seleksi asrama, namun dirinya berada disini sekarang, bersama anak berumur sebelas tahun lainnya. Yah, dia lebih tua setahun. Tak jauh kan perbedaannya?

“Aku tidak naik kelas Miss…” matanya berusaha mencari nama gadis itu di jubahnya, namun sepertinya terlalu malas untuk mendapatkan jawabannya, “…Miss Hufflepuff siapa namamu?” tanyanya ramah.

Saatnya mengangkat bulu itu lagi sekarang, “Wingardium Levi-o-sa!” Wajahnya berubah serius, karena sungguh, dia ingin menyelesaikan tahap melayangkan bulu ini. Maksudnya dia ingin segera mencoba mantranya pada bola tenis, begitu.


Dice : 4+3/15. Interaksi dengan Abbygail Joce Blake.

Charms I : Wingardium Leviosa Part 1

Gilbert mulai memainkan tongkatnya saat Prefek Blythe menyuruh mereka praktek mantra Wingardium Leviosa. Ugh, tahun lalu dia memang belum berhasil mengangkat bulu sepenuhnya, paling tidak sekarang dia harus berhasil jika satu kelas bersama anak-anak baru ini. Di luar anginnya menderu, kaca jendela berderit berurang kali seolah mau copot.

Buku mantranya sudah terjajar rapi bersamaan dengan bulu dan bola tenis. Prefek berjepit rambut aneh itu menyuruh mereka mengangkatnya satu-satu. Gilbert tak ingin tinggal kelas kedua kali, tentunya. Maka dari itu, sekarang dia berniat memperbaiki nilai-nilainya dan praktek sihirnya. Yang jelas, dia tak mau Lea mengatainya bodoh lagi.

“Wingardium Levi-o-sa,” Gilbert merapal mantra sambil mengarahkan tongkatnya pada bulu yang berada di depannya.

“Ah…”


Dice : 3. Open Interaksi (silakan tanya kenapa saya nggak naik kelas #disapu)