Fly High Part 10 [End]

Whoa, whoa. Ternyata Azel memang menggerutu gara-gara tugas esai yang diminta Gilbert. Padahal dia hanya menggoda saja, kalau memang tidak mau membantu ya sudah sih. Tidak memaksa. Gilbert pun tahu, rahasia yang tadi diceritakan gadis itu tak pantas jika harus diumbar-umbar pada orang lain. Dia hanya tersenyum mengalah, “Oke, kau memang pelit sih.” Nah, yang keluar kenapa ejekan lagi? Kemudian tawanya menyusul kata-kata itu.

“Kurang baik apa aku menjaga rahasiamu Azel?” Gilbert menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak bisa memahami kebaikan yang baru saja ditawarkan pada Azel. Meskipun kebaikannya datang dengan sedikit ancaman sih. Haha. “Ya sudah, terserah kau mau menutup mulutku menggunakan tugas yang mana. Terserah saja.”

Gadis itu mengingat janjinya kepada seseorang, terlihat sedikit menyesal. Hal itu memancing senyumnya terukir pada wajah Gilbert. “Lain kali kau bisa bercerita padaku tentang hal yang mengganggumu,” ujar Gilbert sambil menunjuk telinganya. Azel segera menuruni tangga dan sedikit berteriak bahwa dia siap membantu Gilbert kapanpun, cukup ucapkan saja waktunya ya. Hal yang praktis.

“Telingaku juga tersedia kapanpun, Azel!” teriak Gilbert membalas gadis Hufflepuff yang sudah menghilang dari pandangannya itu.

FIN

Do You Fancy A Dance with Me? Part 3

Gadis mungil di depannya ini bilang bahwa namanya Vivianne Éclair. “Éclair?” Gilbert bertanya sedikit ragu. “Jangan-jangan kau sepupu Azalea?” Azalea adalah gadis Hufflepuff yang dikenalnya di kandang burung hantu waktu awal tahun kemarin.

“Tentu saja boleh,” Gilbert mengangguk senang saat gadis itu memanggil nama kecilnya. “Kau juga kupanggil Vi kalau begitu,” tukas Gilbert membalas panggilannya. Ekspresinya sudah lebih cerah karena Gilbert bisa berlatih dengan seorang gadis sekarang. Meskipun dia gadis acak yang pertama ditemuinya disini, namun itu bukan masalah.

Vi nampaknya tidak tahu ada sebuah Pesta Dansa Musim Gugur yang sebentar lagi diadakan. Meskipun semua temannya sudah heboh membicarakan pesta ini, namun masih ada seseorang yang tidak tahu-menahu tentang pesta ini. Tangan kanannya menepuk kepala Vi pelan, “Iya, Pesta Dansa Musim Gugur. Disini.” Gilbert berusaha menjelaskan seminimal mungkin. “Kau tidak bisa dansa?” Hmm… Gilbert menggaruk-garuk kepalanya lagi. Bingung.

Kemudian gadis itu bilang mau membantu selama diajari terlebih dahulu. Gilbert mengangguk senang, “Tentu saja Nona.” Gilbert sudah berdiri dan tangan kanannya terbuka menanti sambutan tangan Vi yang terlihat imut. Senyumnya mengulas hangat, “Mari kuajari.”

Jerat Setan-Setanan Part 5

Gilbert mengangguk pelan, menyetujui pernyataan Davin barusan, “Yah, bisa dibilang begitu sih.” Sebenarnya risih juga kalau jadi perhatian gara-gara dia seorang-pemuda-kelas-satu-yang-tidak-naik -kelas-karena-itu-sekarang-belajar-dengan-rajin.

Gilbert tersenyum pada pemuda di sampingnya, “Tapi aku tidak membenci orang yang senang dengan perhatian kok.” Kemudian mengedipkan sebelah matanya. Maksudnya dia bisa berteman dengan siapapun, termasuk Davin yang terkena detensi gara-gara masalah di Pesta Awal Tahun kemarin.

“Baiklah,” Gilbert pasrah jika harus berada di depan untuk melindungi teman barunya yang ternyata cukup penakut karena Jerat Setan ini. Tentunya, Jerat Setan disini hanyalah yang masih kecil-kecil, mungkin akan menjerat jarimu namun tidak akan mampu memakan seluruh tubuhmu tentunya. Gilbert tertawa kecil melihat reaksi Davin yang seperti ini. Menarik juga. Maksudnya, bisa diisengi lain kali.

“Kalau takut kau bisa duduk saja disana,” ujar Gilbert menggoda Davin sambil menunjuk kursi yang tadi mereka duduki.

Jerat Setan-Setanan Part 4

Gilbert sudah menyiapkan semua alat tulisnya, kini dia menyalakan ujung tongkatnya sendiri supaya bisa lebih terang. “Lumos,” ucapnya pelan. Davin sedikit heran kenapa dia lebih suka mengerjakan tugas malam-malam begini. “Karena kalau siang hari terlalu banyak anak yang melihatku mengerjakan tugas,” ucapnya santai. Mungkin saja pemuda di sebelahnya ini akan bingung mendengar alasannya. Tapi alasan dibalik itu akan diungkapkannya nanti saja, jika Davin masih saja penasaran pada tingakahnya ini.

“Kau mau melihat Jerat Setan? Untuk apa?” tentu saja Gilbert heran, setahunya hanya dia yang diberi tugas tambahan karena Professor Sprout dan Prefek King tak mau dirinya tidak naik kelas lagi. “Biasanya di ujung sebelah sana,” ucap Gilbert sambil menunjuk ke arah meja keramik panjang yang membujur di belakang kelas. Gilbert masih menulis identitasnya di perkamen dengan penerangan minimal, kemudian menghentikan kegiatannya dan menoleh ke Davin.

“Sekarang mau bantu aku mengambil Jerat Setannya?” tentu saja supaya Gilbert lebih mudah menggambar struktur tanaman itu.

Fly High Part 9

Gilbert menggelengkan kepalanya tidak setuju atas perkataan Azalea. “Aneh darimana coba? Kan aku hanya minta selembar esai saja darimu,” kata Gilbert gemas dia kan tidak minta dibelikan sesuatu yang membuat uang Azalea berkurang. “—nah aku kan menganggapnya sebagai teman yang membantu teman… Bukan peri rumah,” lanjut Gilbert agak heran dengan pemikiran Azalea.

Akhirnya tawaran itu diterima Azalea dengan lapang dada, dia mau mengajari Gilbert tentang hal-hal yang tak dimengertinya. Tentu saja karena Hufflepuff lebih giat dari dirinya, itu hal yang wajar. “Begitu dong dari tadi,” ujarnya sambil menepuk kepala Azalea kedua kalinya seperti pada seorang anak kecil.

“Azel? Itu panggilanku khusus untukmu,” jawab Gilbert santai, “Kalau kupanggil Lea… Kau kedengaran seperti kakakku.”

Gilbert meringis tanpa dosa pada gadis Hufflepuff yang telah diberi nama seenaknya ini, “Tentu saja Azalea terlalu panjang, dan Azel nama yang bagus bukan?” Terserah sih kalau tidak mau, yang jelas Gilbert akan memanggilnya Azel dari sekarang.

Fly High Part 9

Azalea menjawabnya dengan penekanan di setiap kata bahwa dia tidak naksir siapapun. Gilbert hanya mendengus geli saat melihat wajah gadis itu. Benar-benar, tingkahnya sangat menyenangkan untuk dilihat. Menghibur sih. “Tentu saja kau sedang tidak naksir siapapun,” ucap Gilbert sambil menepuk kepala gadis itu. Sekarang malah dilupakan masalah surat-menyurat dengan ibunya, tangan Gilbert sudah mulai lelah nih. Tapi tentu saja dia tidak bilang pada Azalea kalau dia lelah, gengsi kan.

Gilbert hanya menggeleng tanda penyesalan yang dibuat-buat saat melihat Azalea menolak tawarannya. Saat itu Marsh yang kaget karena suara Azalea meninggi—segera terbang ke bahu Gil dan mematuk telinganya. “Hei! Marsh kau anak nakal!” seru Gilbert kaget. Marsh segera terbang mengambil surat Azalea dan membawanya pergi. Gilbert segera menutup mulutnya dengan tangan sebelah untuk menahan tawa, sedangkan tangan satunya mengelus telinganya yang baru saja dipatuk oleh Marsh.

“Auch…” Gilbert kesakitan meskipun sebenarnya patukan burung tidak sesakit gigitan harimau, “…kau sih tidak menurut padaku.” Begini kan jadinya kalau Gilbert menggoda gadis yang baru saja dikenalnya. Pelajaran buat anak laki-laki Reinbach supaya tidak nakal lagi lain kali.

“Yah, aku rugi dong kalau begitu, apalagi Marsh mematuk telingaku,” Gilbert menggerutu saat mendengarkan permintaan seenak perut Azalea. Gilbert memikirkan tawaran yang lebih mudah dipenuhi oleh Azalea. “Atau kau bisa membantuku mengerjakan esai Sejarah Sihir?” tawarnya dengan ragu. Sebenarnya jauh lebih mudah sih daripada Azalea mengerjakan esai sepanjang enam puluh senti.

“Azel mau tidak?” Nah, Gilbert seenak perut menyingkat nama gadis itu.

[1985-1986] Transfigurasi I Part 1

Mungkin Prefek Leblanc membutuhkan jepit rambut lebih untuk merapikan rambutnya yang panjang itu. Gilbert tahu betapa ribetnya mempunyai rambut panjang seperti milik kakak kandungnya. Tapi memang sih, gadis berambut panjang itu terlihat manis. Seperti Azalea dan juga kakaknya.

Tusuk gigi yang dibagikan itu kini berada di tangannya. Gilbert meletakkannya di mejanya dan mengacungkan tongkatnya pada benda tersebut. Dahinya mengernyit ragu melihat tusuk gigi bambu itu bisa menjadi sebuah jepit. Kepalanya menggeleng pelan dan segera mengayunkan tongkatnya pada tusuk gigi itu.

Nah, konsentrasinya sudah dikerahkan pada benda itu, terserah bagaimana hasilnya sih.


5/18. Open interaksi.

[1985-1986] First Year Part 1

Nah, teman-temannya sudah heboh menyerang Professor Garside seperti sekelompok anak kecil yang kesetanan. Meskipun sebenarnya mereka memang disuruh oleh Professor untuk menyerang mereka… namun tetap saja di mata Gilbert kelas ini seperti berisi sekumpulan anak-anak kecil yang tidak beradab. Gilbert pun tertawa lebar saat kacamata Professor Garside terpental lagi ke lantai karena mantra pelucut dari seorang gadis Ravenclaw di sebelah sana. Beliau segera mengambilnya untuk dipakai lagi dan mengacungkan tongkatnya untuk merapa mantra pertahanan.

Gilbert yang masih agak ragu untuk menyerang Professornya sendiri menggaruk kepalanya tanda bimbang, namun dia juga tidak ingin mendapat nilai jelek hanya karena rasa tidak enak pada gurunya sendiri. Segera saja tongkatnya diacungkan pada Professor Garside dan merapalkan mantra tersebut.

“Expelliarmus!”


1

Charms I : Wingardium Leviosa Part 7

Sekarang tongkatnya diayun-ayunkan sambil diarahkan ke tiga benda di hadapannya. Sebenarnya berpura-pura mengerjakan sih, karena dirinya sudah selesai dan tidak ingin dianggap mengganggu temannya… Lebih baik mengobrol sambil pura-pura merapal mantra levitasi lagi. Gilbert menoleh pada Abby yang masih gagal mengangkat buku mantranya yang tebal itu. Dirinya terkekeh pelan melihat gadis itu tidak konsentrasi.

Abby menoleh padanya dan menampakkan ekspresi kesal dan mengatai Gilbert pelit. Yeee, siapa pula yang ingin tempat rahasianya dijajah orang lain. Gilbert hanya tertawa pelan melihat temannya k,esal, biar saja itu kan tempat rahasianya. “Nope Miss, itu tempat rahasiaku, kalau aku memberi tahu kau sama saja bukan rahasia bukan?” Nah mungkin habis ini Abby akan sebal habis-habisan padanya.

Pandangannya diedarkan ke seluruh kelas, banyak temannya yang sudah mulai berhasil melayangkan benda-benda berat itu. Cih. Kapan sih dia bisa segera keluar dari kelas ini?


Abbygail Joce Blake.

Fly High Part 8

“Suratnya jadi dikirim tidak?” Gilbert menanyakan hal yang paling penting saat ini, tentu karena lengannya sudah kaku karena Marsh yang bertengger dengan santai di lengannya. Azalea langsung menyahut bahwa dia tidak naksir dengan siapapun di asramanya. Gilbert tergelak melihat ekspresi gadis Hufflepuff itu. “Ekspresimu kenapa begitu?” Gilbert pun melanjutkan tawanya tanpa rasa berdosa, “Kalau wajahmu begitu mana percaya aku kalau kamu bilang nggak naksir siapapun.”

Azalea bilang bahwa ada orang lain yang genit seperti dirinya di Gryffindor. Hah, Ryan? Ryan Trafford? Ah tentu saja anak kelas satu yang tingkahnya seperti cacing kepanasan itu. Gilbert menggeleng tidak setuju, “Enak saja, aku tidak genit seperti Ryan.” Sedikit tidak terima dia disamakan dengan anak yang tidak bisa diam itu. “Aku hanya balas dendam padamu, habis kau tidak mau mengulang perkataanmu padaku tadi,” bela Gilbert sedikit kesal.

“Hanya sekedar mengenal nama sih, belum pernah ngobrol banyak,” tukas Gilbert sambil mengibaskan tangannya. “Tenang saja, rahasiamu aman denganku. Syaratnya…” Gilbert nampak sedikit berpikir untuk meminta pajak tutup mulutnya dari gadis ini. Makanan? Ah di Hogwarts sudah ada makanan yang siap di meja, jadi sepertinya rugi kalau minta makanan ke Azalea. Tugas? Kalau Azalea mau berjanji mengerjakan tugas esai Herbologinya sepanjang enam puluh senti untuk minggu depan sepertinya boleh juga. “Asal kau mau mengerjakan tugas esaiku,” wajahnya menampakkan ekspresi menang. Tentu mulutnya tidak akan semurah itu.

“Bagaimana Nona Azalea yang baik hati?”